Tuesday, December 2, 2014

Mengenang Usaha Ra. Kartini

Biodata RA. Kartini
Nama
Raden Ajeng Kartini
Usia
25 tahun
Tmpt/Tgl Lahir
Jepara Jateng, 21 April 1879
Meninggal
Rembang, 17 September 1904. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang
Nama Ayah
Raden Mas Adipati Ario Sosoningrat, Bupati Jepara (masih keturunan Hamengkubuwono IV)
Nama Ibu
MA Ngasirah (pasangan Hj Siti Aminah+H Mardiono guru agama di Telukawur Jepara)
anak ke-
5 dari 11 bersaudara (kandung dan tiri)
Pendidikan
ELS (Europese Lagere School) setingkat SD
Menikah
tanggal 12 November 1903
Suami
R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903)
Nama anak
Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904
Support/motivator
Kakak Kartini, Sosrokartono dengan memperlihatkan buku dan koran untuk materi bacaan
Penghargaan
Hari kelahiran Kartini tanggal 21 April ditetapkan sebagai “Hari Kartini” diperingati setiap tahun sebagai hari besar nasional
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, memutuskan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional

Bacaan Kartini sampai umur 20 tahun
-    koran De Locomotief terbitan Semarang, yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga
-    Langganan leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah perempuan Belanda De Hollandsche Lelie.
-    Kartini pun lalu beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie.
-    Buku Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901
-    De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus.
-    Karya-karya Van Eeden yang bermutu tinggi
-    Karya-karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja,
-    roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner,
-    Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.

Pemikiran RA. Kartini
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikiran wacana kondisi sosial terutama wacana kondisi perempuan pribumi ketika itu antara lain:

Keluhan dan somasi khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin perempuan mempunyai kebebasan menuntut ilmu dan belajar.

Kartini menulis ide dan cita-citanya, dengan kata-kata : Zelf ontwikkeling dan Zelf onderricht, Zelf vertrouwen, Zelf werkzaamheid dan Solidariteit (pengembangan diri, Otodidak, iman diri, kemampuan diri dan Solidaritas),  yang semaunya berdasarkan atas Religieusiteit (Ketuhanan), Wijsheid (kebijaksanaan) Schoonheid (Keindahan), Humanitarianisme (Kemausiaan),  Nasionalisme (Cinta tanah air).

Mengharap memperoleh pinjaman dari dunia luar atas penderitaan perempuan Indonesia tanggapan kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di dingklik sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan pria yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. (Surat-surat yang ditujukab kepada Estelle "Stella" Zeehandelaar)

Mempertanyakan mengapa “agama” menjadi alasan insan untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..." (Kritik terhadap agamanya)

Kartini mempertanyakan wacana agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum pria untuk berpoligami. yang berdasarkan pandangannya hanya mengakibatkan penderitaan kaum perempuan.

Kungkungan budpekerti menjadi hambatan yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Indonesia yang lebih maju. (keinginan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda atau sekolah kedokteran di Betawi atau sekolah guru di Betawi,

Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-surat yang dikirimkan kepada Nyonya Abendanon

Pada pertengahan tahun 1903 ketika berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus, alasannya ialah Kartini segera akan menikah. (surat ditujukan kepada Nyonya Abendanon)

Menjelang pernikahannya, impian ingin melanjutkan study tidak dipikirkan lagi, ia meninggalkan  ego mementingkan dirinya, beralih dengan pandangan bahwa ijab kabul akan membawa laba untuk mewujudkan angan-angannya, memajukan permpuan-perempuan pribumi dengan cara mendirikan sekolah untuk bawah umur perempuan.

Setelah menikah mendirikan sekolah perempuan tempatnya di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang sekarang dipakai sebagai Gedung Pramuka.

Pengaruh RA. Kartini
Surat-surat Kartini sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi Indonesia.

Menjadi ilham bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang membuat lagu berjudul Ibu Kita Kartini.

Berdirinya Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan lalu di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut ialah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Surat-surat RA. Kartini
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda.

Kumpulan surat-surat Kartini hasilnya pada 1911 diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul : “Door Duisternis tot Licht” yang artinya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat suplemen surat Kartini.

Penerbitan surat-surat RA. Kartini menjadi sebuah buku di Indonesia
Tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, terjemahan oleh Empat Saudara.

Tahun 1938, diterbitkan lagi buku dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang” versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru.

Surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda

Penghargaan
Hari kelahiran Kartini tanggal 21 April ditetapkan sebagai “Hari Kartini” diperingati setiap tahun sebagai hari besar nasional

Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, memutuskan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional

Nama Karini diabadikan menjadi nama jalan di Indonesia dan di Belanda:
Di Utrecht, Jalan R.A. Kartini atau Kartinistraat merupakan salah satu jalan utama, berbentuk 'U' yang ukurannya lebih besar dibanding jalan-jalan yang memakai nama tokoh usaha lainnya ibarat Augusto Sandino, Steve Biko, Che Guevara, Agostinho Neto.

Di Venlo, Belanda Selatan, R.A. Kartinistraat berbentuk 'O' di tempat Hagerhof, di sekitarnya terdapat nama-nama jalan tokoh perempuan Anne Frank dan Mathilde Wibaut.

Di Amsterdam Zuidoost atau yang lebih dikenal dengan Bijlmer, jalan Raden Adjeng Kartini ditulis lengkap. Di sekitarnya ialah nama-nama perempuan dari seluruh dunia yang punya bantuan dalam sejarah: Rosa Luxemburg, Nilda Pinto, Isabella Richaards.

Di Haarlem jalan Kartini berdekatan dengan jalan Mohammed Hatta, Sutan Sjahrir dan eksklusif tembus ke jalan Chris Soumokil presiden kedua Republik Maluku Selatan.

Sumber : wikipedia indonesia dan dari banyak sekali sumber lain